Halaman

Powered By Blogger

Kamis, 24 September 2009

Promosi Otonomi Desa Judul Buku : Promosi Otonomi Desa Penulis : AA.GN Ari Dwipayana, Abdur Rozaki, Arie Sujito, Sukasmanto, Sutoro Eko

Penerbit : IRE Press Yogyakarta
Cetakan I : Januari 2004
Tebal Buku : xii + 97 halaman

Pemahaman tentang desa selalu dikaitkan sebagai komunitas dalam kesatuan geo-grafis yang antar warganya saling kenal baik, relatif homogen dan banyak tergantung secara langsung pada alam. Keberadaan desa sangat lekat dengan karakter dan tata nilai yang dimiliki oleh warga masyarakatnya. Tata nilai itu merupakan perwujudan bentuk kelembagaan yang memiliki kewenangan secara otomatis. Dengan begitu desa memiliki kewenangan menentukan dina-mika yang dikehendakinya yakni berupa otonomi.

Otonomi desa dimaksudkan sebagai media mewujudkan tujuan bersama. Dimensi otonomi desa mencakup elemen ekonomi, sosial, politik, dan negara. Keberadaan desa dalam dinamikanya sangat dipengaruhi oleh supra desa da-lam bingkai negara. Tentu saja ini berkaitan dengan sejauh mana oto-nomi desa berhubungan dengan demokratisasi yang tumbuh dan berkembang dida-lam negara.

Sementara itu arena otonomi desa mencakup otoritas pemerintah desa, kapasitas finansial, kapasitas untuk implementasi kebijakan dan otoritas untuk mendevolusi policy making pada tingkat yang lebih rendah. Otoritas pemerintah desa bersumber dari adat dan supra desa.

Secara adminitrasi desa berada pada wilayah kabupaten, provinsi, dan negara. Kapasitas finansial berkaitan dengan kemampuan desa memanfaatkan dana yang dialokasikan padanya. Sedangkan kapa-sitas desa mengimplementasikan kebijakan menca-kup sejauh mana desa memiliki posisi tawar yang lebih kuat terhadap kebijakan pembangunan daerah atau investor yang menghendaki alih fungsi lahan wilayah desa.

Buku promosi otonomi desa ini merupakan kumpulan tulisan yang disajikan dalam sebuah makalah dalam diskusi yang diadakan IRE dengan kajian terfokus pada isu otonomi desa. Pada bagian pertama tulisan dalam politik desentralisasi ke depan perlu dibangun kerangka kebijakan yang memper-jelas tata hubungan pusat dan daerah sehingga terhindar interprestasi yang terbuka oleh aktor-aktor politik di pusat yang ingin mengembalikan sentra-lisasi. Meskipun otonomi desa dapat dijadikan solusi dalam menumbuhkan demokrasi, keadilan dan kesejahteraan bagi warga desa, namun pada tulisan ini disampaikan pula beberapa perangkap yang harus dapat diatasi oleh desa agar tidak terjebak dalam kubangan masalah yang lebih krusial, seperti praktek oligarkis dan klientalisme politik desa.

Pada tulisan pentingnya otonomi daerah berbasis masyarakat (ODBM) Sutoro Eko melihat bahwa desentralisasi dan otonomi daerah lebih banyak digerakkan oleh regulasi daripada kekuatan maraknya prakarsa dan inisiatif masyarakat. Dalam tulisannya ia mengajukan pentingnya ODBM dengan ciri utamanya adalah penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hierarkis. Maksudnya adalah ada semacam ke-mitraan antara level yang berbeda. Serta perlunya kita meletakkan masyarakat yang pluralis, inklusif dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga mendekatkan negara ke masyarakat dan menum-buhkan ruang-ruang dalam masyarakat agar dapat dikelola secara mandiri.

Sementara dalam gagasan yang ditulis Ari Sujito bahwa ketika desa hendak membangun keman-dirian yang lebih otonom hendaknya mampu membebaskan diri dari jebakan ketergantungan supra desa, sehingga diperlukan sebuah struktur yang kuat untuk berbenah dan menata diri dalam mengelola potensi lokalnya untuk bisa menjadikan sebuah kekuatan yang dalam kedepan menja-dikan desa mampu melakukan bargaining position terhadap kekuatan luar yang hendak masuk dan intervensi dalam pengelolaan sumber-daya lokal.

Selain itu disajikan pula bagaimana politik desa berjalan serta peran parpol dalam konteks pemba-haruan desa, dan juga tentang isu-isu politik ang-garan desa dan kabupaten, apakah APBDes yang selama ini membiayai jalannya pemerintahan desa sudah bisa mengantarkan desa sejahtera, serta distribusi antara desa dan kabupaten sesuai aturan yang ada. Selain itu dalam pnyusunan APBDes harus menggunakan mekanisme dan pola perencanaan partisisipatif sehingga diharapkan program yang direncanakan sesuai dengan keinginan dan ke-butuhan masyarakat. Karena selama ini penyusunan anggaran yang bersifat elitis hanya melahirkan koruptor-koruptor yang merugikan negara.

Dalam buku ini pesan yang hendak disampaikan para penulisnya adalah bahwa hanya dengan otonomi, desa akan bangkit dan dapat menata kehidupan sosial ekonomi dan politiknya secara lebih sehat dan berdaya. Karena tanpa ada otonomi, kewenangan politik dan semangat untuk melahirkan prakarsa dan inisiatif dari bawah, desa akan kembali menjadi bulan-bulanan. Dan dampaknya adalah warga desa akan tetap saja dinisbikan aspirasinya, dipangkas aksesnya, dan dilucuti gerak kontrolnya oleh supra desa.(Alif)

Meraih Kembali Kepercayaan Masyarakat melalui Good Governance

, Kamis 06 Juli 2006

Sejak tanggal 21 Oktober 1999, bangsa Indonesia kembali menapaki sejarah baru, di bawah kepemimpinan duet baru, yaitu Presiden Abdurahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Duet yang dihasilkan dengan semangat kompromi ini kemudian mengumumkan kabinet pemerintahan yang juga disusun lebih dengan keinginan untuk mewadahi semua kekuatan politik, ketimbang pertimbangan profesional, pada tanggal 27 Oktober 1999.


Semangat kompromi dan akomodatif yang melatarbelakangi kedua peristiwa penting ini mencerminkan upaya mengatasi persoalan besar yang kini menghadang bangsa Indonesia, yaitu krisis kepercayaan masyarakat, baik terhadap lembaga-lembaga pemerintah, badan-badan swasta bahkan terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pada saat ini. Pemimpin-pemimpin formal, bahkan pemimpin informal, seperti tokoh agama, tokoh adat, maupun tokoh masyarakat, tidak lagi mampu mengendalikan gejolak masyarakat.

Akibatnya, gejala anarkisme muncul di hampir semua daerah, serta hampir di semua sektor kehidupan, termasuk kelompok menengah atas, yang selama ini relatif imun terhadap gejolak sosial. Merebaknya penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dalam skala yang begitu besar mencerminkan kegamangan masyarakat dalam mensikapi perubahan nilai serta perkembangan yang terjadi silih berganti dengan cepat.

Presiden Abdurahman Wahid sejauh ini menempuh cara memberdayakan masyarakat (society empowerment) untuk mengatasi krisis kepercayaan ini. Sejak awal kepemimpinannya, serta di berbagai kesempatan, Presiden selalu meminta masyarakat untuk melakukan sendiri fungsi-fungsi sosialnya, dan juga memecahkan persoalan-persoalannya sendiri. Secara radikal Gus Dur selalu mengupayakan campur tangan pemerintah seminimal mungkin, guna memberikan kesempatan pada potensi masyarakat untuk berkembang. Ini antara lain termasuk membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, yang sayangnya tidak dilakukan dengan pengelolaan yang baik.

Namun demikian, bukan berarti lalu pemerintah bisa berpangku tangan. Setelah selama 32 tahun menjadi alat politik penguasa serta menjadi sarang yang subur bagi korupsi, kolusi dan nepotisme, birokrasi pemerintahan perlu dibenahi besar-besaran, agar bisa kembali dipercaya oleh masyarakat. Ini penting agar birokrasi kembali dapat berperan secara efektif sebagai pelayan masyarakat.

Kebutuhan ini semakin besar, mengingat persoalan defisit anggaran yang makin mencemaskan, sehingga dibutuhkan efisiensi dalam birokrasi pemerintahan, baik untuk meminimalkan red-tape bureaucracy yang selama ini menjadi sumber ekonomi biaya tinggi, maupun untuk menekan pengeluaran pemerintah bagi pembiayaan birokrasi. Belakangan bahkan muncul keyakinan bahwa salah kelola dalam birokrasi pemerintahan ini turut berperan besar dalam menyebabkan krisis keuangan.

Meningkatnya perdagangan jasa juga mendorong semakin kuatnya kebutuhan terhadap birokrasi yang baik, karena sektor ini lebih peka terhadap perubahan pada komponen biaya perizinan.

Pada gilirannya, birokrasi yang efisien dan efektif akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional, yang dengan perkembangan teknologi elektronik, semakin lama semakin tidak mengenal batas (borderless), dan berorientasi pada tingkat pengembalian keuntungan yang paling optimal.

Inilah yang menjadi fokus dari studi Good Governance. Secara teoritis, sistem pengelolaan yang baik akan mempengaruhi kinerja negara dalam melaksanakan fungsi-fungsi dasarnya, dan dengan demikian mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan sosial secara umum.
* Pemerintah menciptakan kondisi-kondisi agar pasar berfungsi, perusahaan-perusahaan swasta bisa bekerja, memperkuat masyarakat madani serta menyejahterakan masyarakat maupun orang per orang.
* Mutu pengelolaan diyakini penting untuk menjamin mutu kehidupan warga negara.
* Pengelolaan yang baik juga penting sebagai penentu dari kesinambungan dan kekuatan demokrasi.

Aspek-aspek Good Governance
Pelaksanaan good governance tergantung pada kemampuan untuk menggunakan kekuasan dan mengambil keputusan sepanjang waktu, dalam spektrum ekonomi, sosial, lingkungan dan sektor-sektor lainnya. Ini juga terkait dengan kemampuan pemerintahan untuk mengetahui, menengahi, mengalokasikan sumber daya, menerapkan serta memelihara hubungan-hubungan yang penting.

Meski terdapat banyak rumusan tentang good governance, secara umum ada konsensus tentang faktor-faktor kuncinya:

Kemampuan Teknis dan Manajerial
Kemampuan teknis dan manajerial para pegawai negeri sipil merupakan faktor yang jelas harus dimiliki dalam good governance. Pada saat ini, kedua kemampuan ini tidak terlalu menjadi hambatan lagi, sebagaimana di masa lalu, karena membaiknya tingkat pendidikan, tapi perubahan yang cepat membutuhkan pengembangan keterampilan yang terus menerus.

Kapasitas Organisasi
Good governance harus dibangun berdasarkan kualitas organisasi, sehingga pengembangannya dilakukan berdasarkan pada hal ini, bukan hanya pada kemauan politik, maupun kemauan pribadi seorang pemimpin yang kuat serta kekuasaan negara, yang tidak akan bertahan lama dalam jangka panjang.

Memiliki jajaran staf yang terampil tidak cukup jika organisasi pemerintahan tidak memiliki kapasitas untuk memanfaatkan keterampilan ini dengan sebaik-baiknya. Kemampuan organisasi-organisasi pemerintahan merupakan faktor kunci yang untuk menyiapkan layanan-layanan jasa bagi kepentingan usaha maupun masyarakat, dan untuk menyiapkan kondisi bagi kemajuan ekonomi serta kohesi sosial.

Struktur organisasi dan sistem manajemen pemerintahan telah mengalami perubahan di banyak negara anggota OECD. Masalah yang sering ditemuia adalah sentralisasi yang berlebihan, ketidakluwesan, serta kurang efisien. Ini dipecahkan terutama dengan menyediakan manajer serta staf yang memiliki otonomi yang lebih luas dalam hal-hal operasional, dan sebaliknya, memikul beban tanggungjawab yang lebih besar. Di negara-negara lain, masalahnya muncul akibat kurangnya peraturan serta rendahnya disiplin administrasi, yang seringkali berkaitan dengan korupsi. Dalam situasi seperti ini, masalah diatasi dengan memusatkan pemecahannya pada memperkuat sistem dasar pemerintahan, termasuk meningkatkan birokratisasi pada tahap tertentu.

Kepastian Hukum
Aturan hukum mengacu pada proses kelembagaan untuk menyusun, menafsirkan dan menerapkan hukum serta aturan-aturan lainnya. Ini berarti keputusan yang diambil oleh pemerintah harus memiliki dasar hukum dan perusahaan-perusahaan swasta serta masyarakat dilindungi dari kesewenang-wenangan.

Kepastian hukum memerlukan pemerintahan yang bebas dari insentif-insentif yang distortif, melalui korupsi, kolusi, nepotisme atau terjebak dalam kepentingan sempit kelompok kepentingan tertentu; menjamin hak-hak kepemilikan dan pribadi; serta mencapai stabilitas sosial dalam tahap tertentu. Ini akan memberi kepastian hukum yang penting bagi perusahaan dan masyarakat untuk mengambil keputusan yang baik.

Kepastian hukum tidak berarti semakin banyak aturan semakin baik. Rincian aturan yang berlebihan dapat mengarah pada kekakuan dan mengundang resiko untuk memilih-milih penerapan aturan tertentu. Penafsiran dan penerapan aturan bagi masyarakat memerlukan keluwesan sehingga ada alternatif-alternatif dalam derajat tertentu. Keluwesan ini dapat diimbangi dengan aturan prosedur administrasi, dan peninjauan keputusan oleh pihak-pihak luar seperti mekanisme banding, peninjauan keputusan pengadilan (judicial review) serta ombudsmen.

Kepastian hukum memerlukan stabilitas politik. Pemerintahan harus mampu membuat komitmen-komitmen yang bisa dipercaya, dan meyakinkan sektor swasta bahwa keputusan-keputusan yang diambil pada akhirnya tidak akan dicabut akibat ketidakpastian politik. Meski hal ini tidak secara khusus terkait dengan sistem politik tertentu dalam jangka pendek, dalam jangka panjang demokrasi meningkatkan stabilitas dengan memberikan pada masyarakat suara untuk mengekspresikan pilihan-pilihan mereka melalui persaingan yang terbuka.

Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban dapat menjadi tujuan ---yaitu mencerminkan nilai-nilai demokratik--- serta dapat pula menjadi cara menuju pengembangan organisasi yang lebih efektif dan efisien. Para politisi serta pegawai negeri sipil memiliki kekuasaan yang besar melalui hukum dan aturan yang mereka terapkan, sumber daya yang mereka kendalikan serta organisasi yang mereka kelola. Pertanggungjawaban adalah kunci untuk menjami bahwa kekuasaan ini digunakan secara layak dan sesuai dengan kepentingan publik. Pertanggungjawaban memerlukan kejelasan tentang siapa yang bertanggungjawab pada siapa, untuk apa dan bahwa pegawai negeri sipil, organisasi serta para politisi harus mempertanggungjawabkan keputusan serta kerja mereka.

Pertanggungjawaban dapat diperkuat melalui persyaratan pelaporan formal, dan pengawasan eksternal, seperti lembaga audit yang mandiri, ombudsmen dll. Pertanggungjawaban demokratis, sebagaimana yang dicerminkan oleh pertanggungjawaban para menteri pada parlemen, serta parlemen pada rakyat, dapat dipandang sebagai tujuan demokrasi, namun juga dapat memperkuat mekanisme pertanggungjawaban secara umum. Banyak negara OECD yang memperkuat mekanisme pertanggungjawabannya melalui fokus yang lebih besar pada pertanggungjawaban kinerja, ketimbang membatasi pertanggungjawabab pada aturan-aturan hukum yang ada pada keputusan yang diambil.

Transparansi dan Sistem Informasi yang Terbuka
Keterbukaan merupakan aspek yang penting dalam good governance, dan pengambilan keputusan yang transparan penting bagi sektor swasta untuk membuat keputusan serta investasi yang baik. Pertanggungjawaban dan aturan hukum memerlukan keterbukaan dan informasi yang baik sehingga jenjang administrasi yang lebih tinggi, pengawas eksternal serta masyarakat umum dapat melakukan verifikasi terjadap kinerja administrasi pemerintahan dan kesesuaiannya terhadap hukum.

Pemerintah memiliki akses terhadap banyak informasi penting. Penyebaran informasi melalui transparansi dan sistem informasi yang terbuka dapat menyediakan informasi-informasi rinci yang dibutuhkan perusahaan dan masyarakat untuk mengambil keputusan yang baik. Pasar modal, misalnya, tergantung pada keterbukaan informasi.

Partisipasi
Partisipasi dapat mencakup pertemuan-pertemuan konsultasi dalam pengembangan kebijakan dan pengambilan keputusan serta proses-proses demokratik. Partisipasi memberikan pada pemerintah akses pada informasi penting tentang kebutuhan dan prioritas orang per orang, masyarakat serta usaha swasta. Pemerintah, yang mencakup masyarakat, akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengambil keputusan dan keputusan tersebut akan memperoleh dukungan yang lebih besar setelah diambil. Meski tidak ada hubungan langsung antara demokrasi dan setiap aspek good governance, jelas bahwa pertanggungjawaban, transparansi dan partisipasi diperkuat oleh demokrasi, dan ketiga faktor ini merupakan pendukung kualitas demokrasi.

Hubungan antara Aspek-aspek Good Governance
Aspek-aspek yang berbeda dalam good governance memiliki hubungan yang rumit satu sama lain. Dalam banyak hal, beberapa faktor dapat dilihat sebagai prekondisi bagi yang lain. Kemampuan teknis dan manajerial, sebagai contoh, merupakan prekondisi bagi kemampuan organisasi, dan kemampuan organisasi merupakan kondisi yang harus ada untuk menegakkan aturan hukum. Namun, ada pula efek lain yang tidak kalah penting, yang muncul dari arah sebaliknya, misalnya kemampuan organisasi memperkuat kemampuan teknis dan manajerial, pertanggungjawaban memperkuat aturan hukum.

Good Governance

, Kamis 06 Juli 2006
Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.

Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.

Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefinikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.

Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Pilar-pilar Good Governance

Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1. Negara

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

2. Sektor Swasta

a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3. Masyarakat Madani

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat



Agenda Good Governance

Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:

1. Agenda Politik

Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti:

a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
e. Penegakan supremasi hukum

2. Agenda Ekonomi

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:

a. Agenda Ekonomi Teknis

Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan daerah.

Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing, lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.

Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru.

b. Agenda Pengembalian Kepercayaan

Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat.

3. Agenda Sosial

Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.

Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi.

Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang harus segera mendapatkan solusi yang memadai.

Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.

4. Agenda Hukum

Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah kelemahan.

b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.

c. Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.

Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan Independen Anti Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik secara penuh.

d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal, pemberian kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah, pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.

e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan juga akses untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka sendiri.

f. Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat. Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya gubernur, bupati/walikota.

Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.[]

Sabtu, 19 September 2009

PELAKSANAAN SHOLAT ID THN 2009

Hari ini qta melaksanakan sholat iedul fitri 1430 H di Lapangan vila bambu cikeruh rt 05/rw 08 yang dihadiri sekitar 500 umat muslim
lebih banyak dari tahun sebelumnya
jumlah zakat fitrah yang diterima Rp.4.840.000,- beras 402 kg
dibagikan kepada 44 mustahik
serta diberikan juga bantuan pakaian baru kepada 38 anak kurang mampu

Rabu, 02 September 2009

Gempa di tasik 7,3 SR

Gempa yang terjadi di tasik pada pukul 14.55 wib di kedalaman 30 km sebesar 7,3 SR sangat terasa di desa cikeruh jatinangor sumedang
sebagian rumah bergoyang-goyang selama kurang lebih 1 menit
bahkan di rumah yang terbuat dari bilik bambu dan papan sangat terasa sekali
tapi tdk ada kerusakan yang parah