Halaman

Powered By Blogger

Senin, 14 Desember 2009

Profil Desa Cikeruh

Kondisi Umum Desa(profil Desa)
Potensi sumberdaya alam
1)Luas tanah : 140 Hektare
2)Tanah kas desa/Carik : - 5000 M2
3)Tanah milik Desa lainnya : -
a. GOR Desa : 560 M2
b. Tanah Lapang : 10.000 M2
c. Kantor Desa : 1500 M2
d.Tanah Makam Gajah : 10.000 M2
e. Tanah Makam Ciantai : 10.840 M2
f. Tanah Carik : 1540 M2
g. Tanah SD Cikeruh I,II Ciawi : 1400 M2
h. Tanah SD Kananga : 700 M2

4)Orbitasi :
a.Jarak ke Ibu kota Kecamatan : 1 KM
b.Lama Tempuh ke Ibu kota Kec: 10 Menit
c.Jarak ke Ibu Kota Kabupaten : 24 KM
d.Lama tempuh ke Ibu kota Kab : 60 Menit
Adapun batas wilayah nya sebagai berikut :
Sebelah Selatan : Desa Mekargalih
Sebelah Utara : Desa Cileles
Sebelah Barat : Desa Sayang
Sebelah Timur : Desa Hegarmanah

Kondisi Fisik Desa
Desa Cikeruh adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, yang mana kawasan ini merupakan kawasan Pendidikan Tinggi, sehingga secara global mempengaruhi keadaan di Desa Cikeruh, baik dari hal-hal yang baik maupun hal-hal yang buruk.
Desa Cikeruh terdiri dari 3 ( tiga ) dusun, dimana masing-masing dusun mempunyai karakter yang berbeda-beda, hal ini disebabkan posisi 3 ( tiga ) dusun dari letak, mata pencaharian, kondisi social masyarakat sangat jauh berbeda.
Dusun I Warungkalde yang wilayahnya berada dekat Kawasan Perguruan Tinggi, maka Kondisi Sosial Penduduknya sedikit banyak terpengaruh oleh keberadaan Mahasiswa dan Kawasan yang menyerupai perkotaan.
Di Dusun I Warungkalde terdapat banyak Pondokan/Kost-an Mahasiswa sehingga sangat sedikit sekali lahan Pertaniannya, bahkan dapat dikatakan tidak ada.
Mata Pencaharian Utama dari Penduduk Dusun I Warungkalde adalah berupa Perdagangan dan Jasa, terutama yang berada di Jalan Raya Jatinangor.
Selain Perdagangan yang tradisional sekarang mulai menjamur Pusat Perdagangan yang Modern, mulai yang kecil seperti AlfaMart, IndoMart sampai ke Pusat Perdagangan Modern yang besar berupa Mall yaitu Jatinangor Town Square ( Jatos ).
Tetapi Perdagangan Tradisional yang berupa Rumah Makan / Tempat Makan yang kecil berupa pedagang kaki lima dan kios-kios kecil tersebar di sepanjang Jalan Raya Jatinangor dan Jalan Kolonel Ahmad Syam.
Hal ini menyebabkan Jalan di sekitarnya menjadi macet, dan Kawasan tempat tinggal penduduknya menjadi sedikit kumuh.
Keadaan masyarakat Dusun I Warungkalde lebih di dominasi oleh para pendatang yang mempunyai mata pencaharian, meski masih ada penduduk asli yang masih bertahan. Ekonomi lebih baik, dari dusun lain, tapi Nilai luhur kemanusian kurang.

Dusun II Ciawi adalah wilayah yang tengah-tengah yang berada antara pemukiman masyarakat biasa dan kawasan pendidikan tinggi.
Sehingga mata pencahariannya lebih beragam, selain dari perdagangan dan jasa, masih banyak penduduknya yang bermata pencaharian dari bidang pertanian.
Tetapi jumlah pondokon yang berada di dusun ini cukup banyak.
Jumlah antara pendatang dan penduduk asli cukup seimbang.
Tetapi ada 1 RW berupa Komplek Perumahan Kelas Menengah.
Seimbang antara Nilai Luhur kemasyarakatan dan tingkat ekonomi serta pengetahuan.
Pusat pemerintahan desa juga terletak di Dusun ini.

Dusun III Cikeruhlio berada luar kawasan pendidikan sehingga mata pencaharian masyarakat lebih pada pertanian, peternakan, pengarajin senapan angin, dan sebagaian sudah mulai bekerja sebagai karyawan swasta.
Penduduk yang tinggal mayoritas adalah penduduk asli, yang sudah menetap selama puluhan tahun.
Sarana irigasi untuk pertanian masih tersedia, dan lahan pertanian pun masih cukup luas.
Jumlah Penduduk Desa Tahun Terakhir
Secara umum, jumlah penduduk desa pada tahun terakhir tahun 2008 atau 2009. Desa terdiri dari 11 RW yang meliputi 46 RT.
Jumlah Penduduk desa secara keseluruhan terdiri atas :
Laki-Laki :5004 Jiwa
Perempuan : 5102 Jiwa
Kepala Keluarga : 2603 KK
Jumlah Penduduk Desa Menurut Mata Pencaharian
Jumlah penduduk Desa menurut mata pencaharian dengan perincian sebagai berikut :
a.Petani : 258 Orang
b.Buruh tani : 212 Orang
c.Buruh Swasta : 396 Orang
d.Pegawai Negeri : 166 Orang
e.Pengrajin : 185 Orang
f.Pedagang : 214 Orang
g.Montir : 33 Orang
h.Dokter : 2 Orang
i.Polri : 360 orang
j.Peternak : 214 orang
k.Tukang : 212 orang
l.Angkutan : 350 orang

Rangkuman Peraturan tentang RW

Kedudukan RW
RW berkedudukan sebagai mitra pemerintahan desa dalam membantu penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemerintahan lainnya dan mengkoordinasi tugas RT dan organisasi lainnya di wilayah RW untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Tugas Pokok dan Fungsi
1.Pengurus RW mempunyai tugas :
Mengkoordinasi Tugas RT
Membantu dan mengkoordinasi tugas lembaga kemsyarakatan lainnya
Menampung, mengolah dan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa dan pemerintah lainnya.
Membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintah desa atau pemerintah lainnya.
Membantu terciptanya ketentraman dan ketertiban
Membantu menjaga kelestarian Lingkungan Hidup
2.Pengurus RW mempunyai fungsi :
Pengkoordinasian kegiatan RT dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Penghubung kepentingan masyarakat dengan pemerintah desa dan pemerintah lainnya.
Pemeliharaan kerukunan hidup beragama
Pernggerakan partisipasi masyarakat dalam peningkatan pendidikan dan peningkatan derajat kesehatan
Penanganan masalah kemasyarakatan
Pengembangan nilai-nilai gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat
Pengawasan dan pelaksanaan pembangunan di masyarakat
Pembinaan kelompok-kelompok usaha dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pengorganisasian RW

Susunan Organisasi RW terdiri dari :
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Seksi – seksi meliputi :
Seksi Agama, Pendidikan dan kesehatan
Seksi Ekonomi
Seksi Ketentraman dan ketertiban
Seksi-seksi lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
Persyaratan Pengurus
(1) Untuk dapat diangakat sebagai pengurus RW harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
Bertaqwa kepada Tuhan YME
Setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 45
Penduduk tetap yang berdomisili di RW yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 ( enam ) bulan terakhir
(2)Selain ketentuan sebagai mana dimaksud pada angka 1( satu ) bagian ini, persyaratan tambahan lainnya yaitu :
a.Berpendidikan sekurang-kurangnya SD
b.Berumur sekurang-kurangnya 21 ( dua puluh satu ) tahun atau pernah kawin
c.Sehat jasmani dan rohani
d.Berkelakuan baik
e.Tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan Pengadilan yang mempunyai keputusan hukum tetap
f.Mengenal dan dikenal oleh masyarakat setempat
g.Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja membangun masyarakat.
h.Dan syarat-syarat lainnya sesuai musyawarah dan memeperhatikan kebersamaan dan keadilan

Masa Bakti
1.Masa Bakti Pengurus RW selama 3 ( tiga ) tahun
2.Pengurus RW hanya dapat dipilih 2 (dua) periode masa jabatan secara berturut-turut dan dapat dicalonkan kembali setelah dilewati oleh 1 ( satu ) periode masa jabatan kepengurusan lain
3.apabila setelah 2 ( dua ) periode masa jabatan secara berturut-turut tidak ada yang bersedia untuk dicalonkan menjadi pengurus RW dan atau ternyata warga setempat menghendaki pengurus RW lama dipilih kembali dalam pemilihan sebagaimana dimaksud pada angka 2 ( dua ) diatas, maka panitia pemilihan RW dan Kepala Desa dan tokoh masyarakat serta kepala keluarga setempat dapat melakukan pemilihan untuk memilih kembali pengurus yang lama.
4.berdasarkan kesepakatan hasil musyawarah sebagaiman dimaksud pada angka 3 ( tiga ) diatas, dapat mengangkat Pengurus RW yang lama.
Tata Cara Pemilihan Ketua RW
(1)Ketua RW dipilih secara langsung atau musyawarah oleh masyarakat dan atau para Ketua RT sesuai dengan azas demokrasi
(2)Pemilihan Ketua RW memperhatikan persyaratan yang telah ditentukan.
Pemilihan Secara Langsung
Tahapan Pemilihan Ketua RW secara langsung oleh masyarakat adalah sebagai berikut :
a.2 (dua) bulan menjelang berakhirnya masa bakti pengurus RW, Ketua RW beserta pengurus RW lainnya mengajukan Surat Pengunduran diri kepada Kepala Desa.
b.Kepala Desa mengadakan musyawarah yang dihadiri oleh seluruh Ketua RT dan Tokoh masyarakat serta dapat dihadiri oleh Camat yang mewakili untuk membahas tentang :
1.Laporan Pertanggungjawaban Ketua RW
2.Serah terima memori Kegiatan RW dari Ketua RW kepada Kepala Desa
3.Pembentukan Panitia Pemilihan Ketua RW baru dipimpin oleh Kepala Desa
c.Panitia Pemilihan terdiri dari :
1.Ketua
2.Sekretaris
3.Bendahara
4.Seksi-seksi dapat dibentuk antara lain :
(1)Seksi Pendataan pemilih
(2)Seksi Logistik dan Konsumsi
(3)Seksi Penjaringan dan Penyaringan Calon
(4)Seksi Pemungutan Suara
(5)Seksi Kampanye
(6)Seksi lain sesuai dengan Kebutuhan Rw setempat
d.Panitia Pemilihan melaksanakan Pemilihan secara langsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, melalui proses antara lain :
1.Penjaringan Bakal Calon
2.Penyaringan Bakal Calon
3.Penetapan Calon
4.Kampanye
5.Pemungutan Suara
6.Penghitungan Suara
7.Penetapan Calon Terpilih
e.Suara terbanyak hasil pemilihan Calon Ketua RW terpilih dituangkan dalam Berita Acara Pemilihan oleh Ketua Pemilihan
f.Ketua Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud poin e melaporkan hasil Pemilihan ketua RW dan pengurus lainnya kepada Kepala Desa dengan dilampiri berita acara Pemilihan untuk ditetapkan dan dituangkan dengan Keputusan Kepala Desa.
g.Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud huruf f disampaikan kepada Camat untuk mendapat pengesahan
Kepengurusan
1.Pengangkatan
(1)Pengurus RW lainnya diangkat oleh Ketua RW terpilih dari masyarakat sesuai dengan susunan organisasi yang telah ditentukan
(2)Pengangkatan Pengurus RW lainnya memperhatikan persyaratan yang telah ditentukan
2.Pelantikan
(1)Pelantikan Ketua RW terpilih dan Pengurus RW lainnya dilakukan oleh Kepala Desa
(2)Pelantikan diselenggarakan oleh Panitia Pemilihan atau Kepala Desa sesuai dengan situasi kondisi setempat.
(3)Susunan Acara Pelantikan, antara lain :
Pembukaan
Laporan Panitia Pemilihan atau Kepala Desa
Pembacaan Keputusan Camat tentang pengesahan pengangkatan Ketua RW dan pengurus lainnya
Pembacaan kata-kata pelantikan
Sambutan Camat atau Kepala Desa
Penutup
3.Pemberhentian
(1)Pengurus RW berhenti atau diberhentikan karena :
a.Meninggal Dunia
b.Kepindahan yang bersangkutan
c.Atas permintaan sendiri secara tertulis kepada Kepala Desa
d.Berakhir masa jabatanya
e.Tidak mampu melaksanakan Tugas dan Fungsi RW
f.Tidak memenuhi persyaratan sebagai pengurus RW

Minggu, 15 November 2009

Hasil Pemilihan Ketua RW08 Cikeruh

Minggu, 15-Nopember-2009
Telah diselenggarakan Rapat pemungutan suara Ketua RW08 Desa Cikeruh, dengan perolehan suara sebagai berikut:
1. Cucu Sobarna dengan suara 170 suara.
2. Heri Hendarto-34 suara
3. Dindin Rosyidin-9 suara
4. Yayat Ruhiyatna-241 suara
Tidak sah 1orang
jumlah suara yang masuk 455 suara dari 580 pemilih.
Jadi yang terpilih sebagai Ketua RW 08 adalah YAYAT RUHIYATNA

Minggu, 01 November 2009

Pemilihan Ketua RW 08 Cikeruh

Beberapa minggu yang lalu telah terbentuk Panitia Pemilihan Ketua RW 08 Cikeruh, dengan Ketua : Lalan Suparlan, Sekretaris : Yusuf Suherman, Oki Imanudin, dan Bendahara : Aden Suarsana.
Menurut informasi dari Panitia, pemilihan akan diadakan pada tanggal 15 Nopember 2009.
Dan pada hari-hari ini panitia sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan pendaftaran bakal calon serta pendaftaran pemilih.
Sementara itu Ketua RW 08 sebelumnya, Bapak Dedeng, berdasarkan Surat Edaran Bupati Sumedang tidak dapat mencalonkan lagi dikarenakan sudah 2 periode menjabat sebagai Ketua RW.
Adapun rumor yang sudah beredar dan sudah mengambil Formulir pendaftaran adalah : Bapak Yayat Ruchiyatna, Bapak Dindin Rosidin, Bapak Heri Hendarto, Bapak Cucu Sobarna dan Bapak Rudi Suganda Putra.
Kita liat saja dalam beberapa hari ke depan...
apakah akan muncul lagi calon ketua rw 08 cikeruh yang lainnya..

Kamis, 24 September 2009

Promosi Otonomi Desa Judul Buku : Promosi Otonomi Desa Penulis : AA.GN Ari Dwipayana, Abdur Rozaki, Arie Sujito, Sukasmanto, Sutoro Eko

Penerbit : IRE Press Yogyakarta
Cetakan I : Januari 2004
Tebal Buku : xii + 97 halaman

Pemahaman tentang desa selalu dikaitkan sebagai komunitas dalam kesatuan geo-grafis yang antar warganya saling kenal baik, relatif homogen dan banyak tergantung secara langsung pada alam. Keberadaan desa sangat lekat dengan karakter dan tata nilai yang dimiliki oleh warga masyarakatnya. Tata nilai itu merupakan perwujudan bentuk kelembagaan yang memiliki kewenangan secara otomatis. Dengan begitu desa memiliki kewenangan menentukan dina-mika yang dikehendakinya yakni berupa otonomi.

Otonomi desa dimaksudkan sebagai media mewujudkan tujuan bersama. Dimensi otonomi desa mencakup elemen ekonomi, sosial, politik, dan negara. Keberadaan desa dalam dinamikanya sangat dipengaruhi oleh supra desa da-lam bingkai negara. Tentu saja ini berkaitan dengan sejauh mana oto-nomi desa berhubungan dengan demokratisasi yang tumbuh dan berkembang dida-lam negara.

Sementara itu arena otonomi desa mencakup otoritas pemerintah desa, kapasitas finansial, kapasitas untuk implementasi kebijakan dan otoritas untuk mendevolusi policy making pada tingkat yang lebih rendah. Otoritas pemerintah desa bersumber dari adat dan supra desa.

Secara adminitrasi desa berada pada wilayah kabupaten, provinsi, dan negara. Kapasitas finansial berkaitan dengan kemampuan desa memanfaatkan dana yang dialokasikan padanya. Sedangkan kapa-sitas desa mengimplementasikan kebijakan menca-kup sejauh mana desa memiliki posisi tawar yang lebih kuat terhadap kebijakan pembangunan daerah atau investor yang menghendaki alih fungsi lahan wilayah desa.

Buku promosi otonomi desa ini merupakan kumpulan tulisan yang disajikan dalam sebuah makalah dalam diskusi yang diadakan IRE dengan kajian terfokus pada isu otonomi desa. Pada bagian pertama tulisan dalam politik desentralisasi ke depan perlu dibangun kerangka kebijakan yang memper-jelas tata hubungan pusat dan daerah sehingga terhindar interprestasi yang terbuka oleh aktor-aktor politik di pusat yang ingin mengembalikan sentra-lisasi. Meskipun otonomi desa dapat dijadikan solusi dalam menumbuhkan demokrasi, keadilan dan kesejahteraan bagi warga desa, namun pada tulisan ini disampaikan pula beberapa perangkap yang harus dapat diatasi oleh desa agar tidak terjebak dalam kubangan masalah yang lebih krusial, seperti praktek oligarkis dan klientalisme politik desa.

Pada tulisan pentingnya otonomi daerah berbasis masyarakat (ODBM) Sutoro Eko melihat bahwa desentralisasi dan otonomi daerah lebih banyak digerakkan oleh regulasi daripada kekuatan maraknya prakarsa dan inisiatif masyarakat. Dalam tulisannya ia mengajukan pentingnya ODBM dengan ciri utamanya adalah penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hierarkis. Maksudnya adalah ada semacam ke-mitraan antara level yang berbeda. Serta perlunya kita meletakkan masyarakat yang pluralis, inklusif dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga mendekatkan negara ke masyarakat dan menum-buhkan ruang-ruang dalam masyarakat agar dapat dikelola secara mandiri.

Sementara dalam gagasan yang ditulis Ari Sujito bahwa ketika desa hendak membangun keman-dirian yang lebih otonom hendaknya mampu membebaskan diri dari jebakan ketergantungan supra desa, sehingga diperlukan sebuah struktur yang kuat untuk berbenah dan menata diri dalam mengelola potensi lokalnya untuk bisa menjadikan sebuah kekuatan yang dalam kedepan menja-dikan desa mampu melakukan bargaining position terhadap kekuatan luar yang hendak masuk dan intervensi dalam pengelolaan sumber-daya lokal.

Selain itu disajikan pula bagaimana politik desa berjalan serta peran parpol dalam konteks pemba-haruan desa, dan juga tentang isu-isu politik ang-garan desa dan kabupaten, apakah APBDes yang selama ini membiayai jalannya pemerintahan desa sudah bisa mengantarkan desa sejahtera, serta distribusi antara desa dan kabupaten sesuai aturan yang ada. Selain itu dalam pnyusunan APBDes harus menggunakan mekanisme dan pola perencanaan partisisipatif sehingga diharapkan program yang direncanakan sesuai dengan keinginan dan ke-butuhan masyarakat. Karena selama ini penyusunan anggaran yang bersifat elitis hanya melahirkan koruptor-koruptor yang merugikan negara.

Dalam buku ini pesan yang hendak disampaikan para penulisnya adalah bahwa hanya dengan otonomi, desa akan bangkit dan dapat menata kehidupan sosial ekonomi dan politiknya secara lebih sehat dan berdaya. Karena tanpa ada otonomi, kewenangan politik dan semangat untuk melahirkan prakarsa dan inisiatif dari bawah, desa akan kembali menjadi bulan-bulanan. Dan dampaknya adalah warga desa akan tetap saja dinisbikan aspirasinya, dipangkas aksesnya, dan dilucuti gerak kontrolnya oleh supra desa.(Alif)

Meraih Kembali Kepercayaan Masyarakat melalui Good Governance

, Kamis 06 Juli 2006

Sejak tanggal 21 Oktober 1999, bangsa Indonesia kembali menapaki sejarah baru, di bawah kepemimpinan duet baru, yaitu Presiden Abdurahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Duet yang dihasilkan dengan semangat kompromi ini kemudian mengumumkan kabinet pemerintahan yang juga disusun lebih dengan keinginan untuk mewadahi semua kekuatan politik, ketimbang pertimbangan profesional, pada tanggal 27 Oktober 1999.


Semangat kompromi dan akomodatif yang melatarbelakangi kedua peristiwa penting ini mencerminkan upaya mengatasi persoalan besar yang kini menghadang bangsa Indonesia, yaitu krisis kepercayaan masyarakat, baik terhadap lembaga-lembaga pemerintah, badan-badan swasta bahkan terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pada saat ini. Pemimpin-pemimpin formal, bahkan pemimpin informal, seperti tokoh agama, tokoh adat, maupun tokoh masyarakat, tidak lagi mampu mengendalikan gejolak masyarakat.

Akibatnya, gejala anarkisme muncul di hampir semua daerah, serta hampir di semua sektor kehidupan, termasuk kelompok menengah atas, yang selama ini relatif imun terhadap gejolak sosial. Merebaknya penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dalam skala yang begitu besar mencerminkan kegamangan masyarakat dalam mensikapi perubahan nilai serta perkembangan yang terjadi silih berganti dengan cepat.

Presiden Abdurahman Wahid sejauh ini menempuh cara memberdayakan masyarakat (society empowerment) untuk mengatasi krisis kepercayaan ini. Sejak awal kepemimpinannya, serta di berbagai kesempatan, Presiden selalu meminta masyarakat untuk melakukan sendiri fungsi-fungsi sosialnya, dan juga memecahkan persoalan-persoalannya sendiri. Secara radikal Gus Dur selalu mengupayakan campur tangan pemerintah seminimal mungkin, guna memberikan kesempatan pada potensi masyarakat untuk berkembang. Ini antara lain termasuk membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, yang sayangnya tidak dilakukan dengan pengelolaan yang baik.

Namun demikian, bukan berarti lalu pemerintah bisa berpangku tangan. Setelah selama 32 tahun menjadi alat politik penguasa serta menjadi sarang yang subur bagi korupsi, kolusi dan nepotisme, birokrasi pemerintahan perlu dibenahi besar-besaran, agar bisa kembali dipercaya oleh masyarakat. Ini penting agar birokrasi kembali dapat berperan secara efektif sebagai pelayan masyarakat.

Kebutuhan ini semakin besar, mengingat persoalan defisit anggaran yang makin mencemaskan, sehingga dibutuhkan efisiensi dalam birokrasi pemerintahan, baik untuk meminimalkan red-tape bureaucracy yang selama ini menjadi sumber ekonomi biaya tinggi, maupun untuk menekan pengeluaran pemerintah bagi pembiayaan birokrasi. Belakangan bahkan muncul keyakinan bahwa salah kelola dalam birokrasi pemerintahan ini turut berperan besar dalam menyebabkan krisis keuangan.

Meningkatnya perdagangan jasa juga mendorong semakin kuatnya kebutuhan terhadap birokrasi yang baik, karena sektor ini lebih peka terhadap perubahan pada komponen biaya perizinan.

Pada gilirannya, birokrasi yang efisien dan efektif akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional, yang dengan perkembangan teknologi elektronik, semakin lama semakin tidak mengenal batas (borderless), dan berorientasi pada tingkat pengembalian keuntungan yang paling optimal.

Inilah yang menjadi fokus dari studi Good Governance. Secara teoritis, sistem pengelolaan yang baik akan mempengaruhi kinerja negara dalam melaksanakan fungsi-fungsi dasarnya, dan dengan demikian mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan sosial secara umum.
* Pemerintah menciptakan kondisi-kondisi agar pasar berfungsi, perusahaan-perusahaan swasta bisa bekerja, memperkuat masyarakat madani serta menyejahterakan masyarakat maupun orang per orang.
* Mutu pengelolaan diyakini penting untuk menjamin mutu kehidupan warga negara.
* Pengelolaan yang baik juga penting sebagai penentu dari kesinambungan dan kekuatan demokrasi.

Aspek-aspek Good Governance
Pelaksanaan good governance tergantung pada kemampuan untuk menggunakan kekuasan dan mengambil keputusan sepanjang waktu, dalam spektrum ekonomi, sosial, lingkungan dan sektor-sektor lainnya. Ini juga terkait dengan kemampuan pemerintahan untuk mengetahui, menengahi, mengalokasikan sumber daya, menerapkan serta memelihara hubungan-hubungan yang penting.

Meski terdapat banyak rumusan tentang good governance, secara umum ada konsensus tentang faktor-faktor kuncinya:

Kemampuan Teknis dan Manajerial
Kemampuan teknis dan manajerial para pegawai negeri sipil merupakan faktor yang jelas harus dimiliki dalam good governance. Pada saat ini, kedua kemampuan ini tidak terlalu menjadi hambatan lagi, sebagaimana di masa lalu, karena membaiknya tingkat pendidikan, tapi perubahan yang cepat membutuhkan pengembangan keterampilan yang terus menerus.

Kapasitas Organisasi
Good governance harus dibangun berdasarkan kualitas organisasi, sehingga pengembangannya dilakukan berdasarkan pada hal ini, bukan hanya pada kemauan politik, maupun kemauan pribadi seorang pemimpin yang kuat serta kekuasaan negara, yang tidak akan bertahan lama dalam jangka panjang.

Memiliki jajaran staf yang terampil tidak cukup jika organisasi pemerintahan tidak memiliki kapasitas untuk memanfaatkan keterampilan ini dengan sebaik-baiknya. Kemampuan organisasi-organisasi pemerintahan merupakan faktor kunci yang untuk menyiapkan layanan-layanan jasa bagi kepentingan usaha maupun masyarakat, dan untuk menyiapkan kondisi bagi kemajuan ekonomi serta kohesi sosial.

Struktur organisasi dan sistem manajemen pemerintahan telah mengalami perubahan di banyak negara anggota OECD. Masalah yang sering ditemuia adalah sentralisasi yang berlebihan, ketidakluwesan, serta kurang efisien. Ini dipecahkan terutama dengan menyediakan manajer serta staf yang memiliki otonomi yang lebih luas dalam hal-hal operasional, dan sebaliknya, memikul beban tanggungjawab yang lebih besar. Di negara-negara lain, masalahnya muncul akibat kurangnya peraturan serta rendahnya disiplin administrasi, yang seringkali berkaitan dengan korupsi. Dalam situasi seperti ini, masalah diatasi dengan memusatkan pemecahannya pada memperkuat sistem dasar pemerintahan, termasuk meningkatkan birokratisasi pada tahap tertentu.

Kepastian Hukum
Aturan hukum mengacu pada proses kelembagaan untuk menyusun, menafsirkan dan menerapkan hukum serta aturan-aturan lainnya. Ini berarti keputusan yang diambil oleh pemerintah harus memiliki dasar hukum dan perusahaan-perusahaan swasta serta masyarakat dilindungi dari kesewenang-wenangan.

Kepastian hukum memerlukan pemerintahan yang bebas dari insentif-insentif yang distortif, melalui korupsi, kolusi, nepotisme atau terjebak dalam kepentingan sempit kelompok kepentingan tertentu; menjamin hak-hak kepemilikan dan pribadi; serta mencapai stabilitas sosial dalam tahap tertentu. Ini akan memberi kepastian hukum yang penting bagi perusahaan dan masyarakat untuk mengambil keputusan yang baik.

Kepastian hukum tidak berarti semakin banyak aturan semakin baik. Rincian aturan yang berlebihan dapat mengarah pada kekakuan dan mengundang resiko untuk memilih-milih penerapan aturan tertentu. Penafsiran dan penerapan aturan bagi masyarakat memerlukan keluwesan sehingga ada alternatif-alternatif dalam derajat tertentu. Keluwesan ini dapat diimbangi dengan aturan prosedur administrasi, dan peninjauan keputusan oleh pihak-pihak luar seperti mekanisme banding, peninjauan keputusan pengadilan (judicial review) serta ombudsmen.

Kepastian hukum memerlukan stabilitas politik. Pemerintahan harus mampu membuat komitmen-komitmen yang bisa dipercaya, dan meyakinkan sektor swasta bahwa keputusan-keputusan yang diambil pada akhirnya tidak akan dicabut akibat ketidakpastian politik. Meski hal ini tidak secara khusus terkait dengan sistem politik tertentu dalam jangka pendek, dalam jangka panjang demokrasi meningkatkan stabilitas dengan memberikan pada masyarakat suara untuk mengekspresikan pilihan-pilihan mereka melalui persaingan yang terbuka.

Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban dapat menjadi tujuan ---yaitu mencerminkan nilai-nilai demokratik--- serta dapat pula menjadi cara menuju pengembangan organisasi yang lebih efektif dan efisien. Para politisi serta pegawai negeri sipil memiliki kekuasaan yang besar melalui hukum dan aturan yang mereka terapkan, sumber daya yang mereka kendalikan serta organisasi yang mereka kelola. Pertanggungjawaban adalah kunci untuk menjami bahwa kekuasaan ini digunakan secara layak dan sesuai dengan kepentingan publik. Pertanggungjawaban memerlukan kejelasan tentang siapa yang bertanggungjawab pada siapa, untuk apa dan bahwa pegawai negeri sipil, organisasi serta para politisi harus mempertanggungjawabkan keputusan serta kerja mereka.

Pertanggungjawaban dapat diperkuat melalui persyaratan pelaporan formal, dan pengawasan eksternal, seperti lembaga audit yang mandiri, ombudsmen dll. Pertanggungjawaban demokratis, sebagaimana yang dicerminkan oleh pertanggungjawaban para menteri pada parlemen, serta parlemen pada rakyat, dapat dipandang sebagai tujuan demokrasi, namun juga dapat memperkuat mekanisme pertanggungjawaban secara umum. Banyak negara OECD yang memperkuat mekanisme pertanggungjawabannya melalui fokus yang lebih besar pada pertanggungjawaban kinerja, ketimbang membatasi pertanggungjawabab pada aturan-aturan hukum yang ada pada keputusan yang diambil.

Transparansi dan Sistem Informasi yang Terbuka
Keterbukaan merupakan aspek yang penting dalam good governance, dan pengambilan keputusan yang transparan penting bagi sektor swasta untuk membuat keputusan serta investasi yang baik. Pertanggungjawaban dan aturan hukum memerlukan keterbukaan dan informasi yang baik sehingga jenjang administrasi yang lebih tinggi, pengawas eksternal serta masyarakat umum dapat melakukan verifikasi terjadap kinerja administrasi pemerintahan dan kesesuaiannya terhadap hukum.

Pemerintah memiliki akses terhadap banyak informasi penting. Penyebaran informasi melalui transparansi dan sistem informasi yang terbuka dapat menyediakan informasi-informasi rinci yang dibutuhkan perusahaan dan masyarakat untuk mengambil keputusan yang baik. Pasar modal, misalnya, tergantung pada keterbukaan informasi.

Partisipasi
Partisipasi dapat mencakup pertemuan-pertemuan konsultasi dalam pengembangan kebijakan dan pengambilan keputusan serta proses-proses demokratik. Partisipasi memberikan pada pemerintah akses pada informasi penting tentang kebutuhan dan prioritas orang per orang, masyarakat serta usaha swasta. Pemerintah, yang mencakup masyarakat, akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengambil keputusan dan keputusan tersebut akan memperoleh dukungan yang lebih besar setelah diambil. Meski tidak ada hubungan langsung antara demokrasi dan setiap aspek good governance, jelas bahwa pertanggungjawaban, transparansi dan partisipasi diperkuat oleh demokrasi, dan ketiga faktor ini merupakan pendukung kualitas demokrasi.

Hubungan antara Aspek-aspek Good Governance
Aspek-aspek yang berbeda dalam good governance memiliki hubungan yang rumit satu sama lain. Dalam banyak hal, beberapa faktor dapat dilihat sebagai prekondisi bagi yang lain. Kemampuan teknis dan manajerial, sebagai contoh, merupakan prekondisi bagi kemampuan organisasi, dan kemampuan organisasi merupakan kondisi yang harus ada untuk menegakkan aturan hukum. Namun, ada pula efek lain yang tidak kalah penting, yang muncul dari arah sebaliknya, misalnya kemampuan organisasi memperkuat kemampuan teknis dan manajerial, pertanggungjawaban memperkuat aturan hukum.

Good Governance

, Kamis 06 Juli 2006
Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.

Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.

Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefinikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.

Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Pilar-pilar Good Governance

Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1. Negara

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

2. Sektor Swasta

a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3. Masyarakat Madani

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat



Agenda Good Governance

Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:

1. Agenda Politik

Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti:

a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
e. Penegakan supremasi hukum

2. Agenda Ekonomi

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:

a. Agenda Ekonomi Teknis

Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan daerah.

Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing, lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.

Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru.

b. Agenda Pengembalian Kepercayaan

Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat.

3. Agenda Sosial

Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.

Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi.

Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang harus segera mendapatkan solusi yang memadai.

Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.

4. Agenda Hukum

Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah kelemahan.

b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.

c. Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.

Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan Independen Anti Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik secara penuh.

d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal, pemberian kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah, pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.

e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan juga akses untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka sendiri.

f. Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat. Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya gubernur, bupati/walikota.

Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.[]

Sabtu, 19 September 2009

PELAKSANAAN SHOLAT ID THN 2009

Hari ini qta melaksanakan sholat iedul fitri 1430 H di Lapangan vila bambu cikeruh rt 05/rw 08 yang dihadiri sekitar 500 umat muslim
lebih banyak dari tahun sebelumnya
jumlah zakat fitrah yang diterima Rp.4.840.000,- beras 402 kg
dibagikan kepada 44 mustahik
serta diberikan juga bantuan pakaian baru kepada 38 anak kurang mampu

Rabu, 02 September 2009

Gempa di tasik 7,3 SR

Gempa yang terjadi di tasik pada pukul 14.55 wib di kedalaman 30 km sebesar 7,3 SR sangat terasa di desa cikeruh jatinangor sumedang
sebagian rumah bergoyang-goyang selama kurang lebih 1 menit
bahkan di rumah yang terbuat dari bilik bambu dan papan sangat terasa sekali
tapi tdk ada kerusakan yang parah

Kamis, 27 Agustus 2009

Presiden: Tahun 2010 Seluruh Desa Terhubung Internet



Kamis, 20 Agustus 2009, 08:44 WIB

, Jakarta,(ANTARA News) - Pemerintah menargetkan pada tahun 2010 seluruh desa dan kecamatan di Tanah Air telah terhubung dengan infrastuktur telepon dan internet.

"Pembangunan infrastruktur informatika dan telekomunikasi dasar ke seluruh pelosok tanah air adalah wujud nyata dari tekad bersama membangun kesatuan Indonesia," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat berpidato pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, di Gedung DPR-RI, Jakarta, Rabu.

Pada tahun 2010 seluruh daerah perbatasan di tanah air juga diharapkan dapat menerima siaran TVRI dan RRI.

Menurut Presiden, keberhasilan paradigma "Pembangunan untuk Semua" memerlukan beberapa prasyarat, di mana perbaikan kemakmuran dan kualitas hidup rakyat secara merata ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur dasar.

Pembangunan infrastruktur meliputi jalan raya, irigasi, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyediaan air bersih, telekomunikasi, dan infrastruktur energi dan kelistrikan.

Perbaikan kualitas infrastruktur di daerah padat penduduk seperti Jawa, terutama Jakarta, dibangun "Jakarta Mass Rapid Transit System Project", untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

Pembangunan transportasi nasional juga dipadukan secara tersistem dengan pembangunan daerah secara berkelanjutan.

"Percepatan pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur untuk membuka keterisolasian daerah-daerah terpencil," ujarnya.

Khusus infrastruktur penyediaan air minum, pemerintah juga mengambil kebijakan strategis dengan pemberian jaminan dan subsidi bunga kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Program ini salah satu upaya mewujudkan "millennium development goals" (MDGs), dalam bentuk penurunan separoh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum pada tahun 2015.

"Air minum merupakan kebutuhan dasar masyarakat, yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup merata, dan dengan mutu yang baik," kata Presiden.(*)
[www.antaranews.com]

Terbentuklah Majelis Ulama Desa (MUD) Desa Cikeruh

Thursday, March 5, 2009
by deni the rizky desa cikeruh
Alhmadulillah itulah kata pertama yang ingin penulis ungkapkan, pasalnya setelah bertahun-tahun akhirnya Desa Cikeruh yang secara geografis terletak di kawasan pendidikan Jatinangor yang mau tidak mau akan terkena dampak dari globalisasi, baik itu positif maupun negatif.
Majelis Ulama yang nota bene adalah sebuah lembaga yang mempunyai tupoksi sebagai lembaga regulasi dalam penentuan hukum Islam, dan juga sebagai kontrol sosial dan juga sebagai panduan untuk arah pembangunan Desa Cikeruh, baik itu sifatnya pembangunan secara fisik atau pun pembangunanan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
pada hari ini tanggal 06 Maret 2009 telah terbentuk formatur yang merupakan perwakilan dari tiga dusun yang ada di Desa Cikeruh, diantaranya :

Ketua : Ust.Sobari Muslim (dari Dusun II Ciawi )
Sekretaris : Ust. Agus Bunyana (dari Dusun III Cikeruh)
Bendahara : Drs. Nana (dari Dusun I Warungkalde),

itulah mereka yang akan membawa Desa Cikeruh sebagai desa yang Baldatun thayibatun (daerah yang baik) yang dalam arti jauh dari sifat nahyi munkar, dengan harapan bahwa dengan adanya MUD ini akan memberikan masukan yang positif bagi pembangunan Desa Cikeruh yang secara tidak langsung akan memberikan kontribusi yang positif.
MUD sebagai mitra kerja pemerintahan desa Cikeruh yang berdiri secara otonom dan independen, dan tidak adanya intervensi dari pihak manapun sehingga MUD ini akan memberikan sebuah kebijakan yang netral dan proporsional untuk menuju Desa Cikeruh yang lebih baik.Aminnnnnnnn

PEMPROV JABAR DUKUNG BEROPERASINYA KA JATINANGOR-BANDUNG January 7, 2009,

| Berita Pemerintahan

Bandung, 7/1/2009 (Kominfo-Newsroom) ? Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendukung beroperasinya kereta api (KA) jurusan Jatinangor ? Bandung, karena kawasan khususnya di wilayah cekungan Bandung kini dinilai sangat memerlukan sarana transportasi berupa angkutan massal.

?Tahapan tentang dukungan tersebut, akan diajukan kepada Dirjen Perkeretaapian Dephub dengan harapan usulan tersebut dapat direspon dalam APBN perubahan tahun 2009,? kata

Kepala Bapeda Jabar, Deny Juanda, dalam keterangannya kepada pers di Bandung, Rabu (7/1).

Jika usulan pengoperasian kereta api jurusan Jatinangor-Bandung tersebut dapat disetujui mulai di APBN Perubahan tahun 2009, maka berbagai tahapan persiapan harus dilaksanakan juga mulai tahun 2009 dan ditargetkan dalam tahun 2010, kereta api jurusan Jatinangor-Bandung dapat beroperasi.

Tahapan persiapan yang harus dilaksanakan diantaranya menertibkan areal di sekitar jalur kereta api karena di areal tersebut sekarang ada sebagian lahan yang dipergunakan oleh masyarakat.

Sekalipun lahan tersebut sudah bersertifikat, ujar Deny, pemerintah termasuk Pemda harus bisa membuat solusi sehingga dalam rangka

pengoperasian jalur kereta api khususnya jalur lama yang tidak diaktifkan seperti Jatinangor-Bandung dan Bandung-Ciwidey dapat direalisasikan.

(jabarprov.go.id/toeb)

Rabu, 26 Agustus 2009

SBY Buka Jambore Santri Nusantara di Jatinangor Rabu, 17 Juni 2009

| 10:49 WIB | Posts by: Sugeng Wibowo | Kategori: Berita Terkini, Jabar & Banten | ShareThis

SUMEDANG | SURYA Online - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghadiri pembukaan Jambore Santri Nusantara II di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat (Jabar), Rabu (17/6).

Jambore yang dilaksanakan pada 15-20 Juni 2009 itu diikuti oleh 6.000 santri penegak aktif usia 16 sampai 20 tahun dari pondok pesantren di seluruh Indonesia, 800 pimpinan kontingen daerah, serta pembina pendamping dari 32 provinsi.

Jambore diselenggarakan oleh Departemen Agama tersebut akan diisi oleh berbagai kompetisi untuk menguji kemampuan dan pengetahuan para pramuka santri, antara lain di bidang pengetahuan umum, sains, dan penguasaan Bahasa Inggris serta Bahasa Arab.

Selain menghadiri pembukaan Jambore Santri Nusantara II di Jatinangor, dalam kunjungan kerja satu hari di Jawa Barat Presiden Yudhoyono juga akan bersilaturahmi dengan kalangan ulama se-Jabar di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor. ant

Sabtu, 09 Mei 2009

Wagub Dede Yusuf, "Kuda Renggong Jangan Pindah" Senin, 27 April 09 -

ALUN-ALUN, PriOl - Acara "Seren Taun" yang digelar dalam rangkaian Hari Jadi Kab. Sumedang ke-431, Minggu (29/4), berlangsung meriah. Ribuan masyarakat mengikuti dengan antusias kegiatan yang dibuka Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf di Alun- alun Sumedang.

Teriknya sinar matahari tidak membuat surut warga Sumedang yang menyemut sejak pagi. Selain membawa payung, warga pun mencari tempat yang strategis untuk menikmati tontonan dan hiburan gratis yang jarang terjadi. “Abdi ti Bojongjati ngabring kadieu da hoyong terang. Nonton di dieu we da panas. Coba unggal minggu aya hiburan resep meureun, komo aya artis Dede yusuf,” ujar seorang ibu yang datang bersama keluarganya.

Seren Taun kali ini terasa istimewa. Soalnya kegiatan tersebut bersamaan dengan peluncuran Sumedang sebagai Kota Budaya. Selain itu sebagai langkah awal menjadikan Sumedang sebagai Puseur Budaya Pasundan.

Dalam pidatonya, Wakil Gubenur Jawa Dede Yusuf mengharapkan program itu dapat meningkatkan kesadaran atas hak cipta kebudayaan dan kesenian yang menjadi ciri khas masing-masing daerah di Jawa Barat. Termasuk keberadaan Makuta Binokasih dan kesenian Kuda Renggong. “Saya ingin makuta ini segera mendaftarkan ke lembaga hak intelektual, HAKI atau hak cipta. Jangan sampai nanti Makuta Binokasih pindah tangan ke negara lain," lanjut Dede.

Dede juga menginginkan Sumedang tidak hanya sebagai tempat pangjugjugan dengan makanan khas tahu. Tapi juga menjadi pusat kebudayaan Jawa Barat. "Kami mendukung dan memberikan support berbagai kegiatannya dengan memasukan anggaran pada APBD Jawa Barat 2010," ujar Dede seraya mengimbau agar masyarakat mendukung dan memelihara aset budaya.

Dede yang didampingi Bupati Sumedang Don Murdono, Wakil Bupati Taufiq Gunawansyah, Ketua DPRD Ismet Suparmat, menonton helaran dari 26 kecamatan. Seluruh camat dan unsur muspikanya berpakaian adat. Selain melaporkan hasil pembangunan, juga menampilkan makanan dan kesenian ciri kecamatan dengan durasi 15 menit.

Sebelumnya, acara diawali dengan prosesi oratorium launching Sumedang Puseur Budaya Pasundan, yang dibawakan para pangrawit dan penari dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Sumedang. Acara ini menggambarkan cikal bakal lahirnya Kota Sumedang.

Disebutkan, pada Tahun 678 M, Prabu Guru Aji Putih mendirikan Kerajaan Tembong Agung yang kharismanya terkenal dan menyebar di Tatar Sunda. Setengah abad kemudian Prabu Guru Aji Putih memberikan kekuasaannya kepada anaknya, Prabu Tajimalela, dengan nama Kerajaan Sumedanglarang. Kata ini lahir dari falsafah "Insun Medal Insun Madangan (Lahir untuk memberi penerangan) yang menjadi motto (papagon) Kerajaan Pajajaran. Adapun Makuta Binokasih merupakan tanda keruntuhan Kerajaan Pajajaran yang diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun.

Selasa, 31 Maret 2009

Cikeruh-Cimanggung - Jatinangor


urpiatna adalah seorang penggiat seni di Jatinangor. Rumahnya terletak di sebuah desa di Jatinangor, Desa Sayang. Sanggar Motekar, sanggar kecil yang berada di sebelah rumah utamanya, adalah bukti kecintaanya terhadap kesenian Sunda. Surpiatna telah menetap di Jatinangor sejak 1974. Sebelumnya ia sempat tinggal didekat asrama BRIMOB selama dua tahun. Sekitar tahun ’78 barulah ia pindah ke rumah yang ditempatinya sekarang.

Sebelum memulai percakapan, ia bertanya pada rekan saya, ”Tiasa nyarios Sunda?”, karena ia tahu saya tidak dapat berbahasa Sunda.

”Kalau bisa sih tidak terlalu pak, hanya mengerti namun tidak berani ngobrol langsung sama orang Sunda takut jadi kasar” jelas rekan saya tak mau kalah.

Ia hanya tersenyum. Sesaat ia mengambil sebatang rokok, dan mulai membakarnya. Masih dengan suara khasnya, ia mulai asyik bercerita. Dan kami pun larut dalam cerita tersebut.

a. Wilayah desa

Dahulu Kecamatan Cimanggung menyatu dengan kecamatan Cikeruh. Batasnya yaitu dari Sinduang di Utara sampai dengan Cipacing di Selatan. Ada 11 kecamatan Cekeruh dari Utara yaitu Sindulang, Cimangung, Parakanmuncang, Bunter, Sawah Dadap (lima desa ini sekarang masuk ke dalam kawasan kecamatan Cimanggung), Cisempur, Jatiroke, Sayang, Cikeruh, Cipacing, dan Cileles (enam desa ini masuk ke dalam Kecamatan Cikeruh).

”Desa dibagi dua, yang asalnya enam desa menjadi dua belas desa di satu Kecamatan Cikeruh, yaitu Cisempur dan Cintamulya, Jatiroke dan Jatimukti, Sayang dan Mekargalih, Cikeruh dan Hegarmanah, Cipacing dan Cibeusi, serta Cileles dan Cilayung,” jelas Surpiatna.

Tahun 2000 Kecamatan Cikeuruh berganti nama jadi Kecamatan Jatinangor. Sedangkan Kecamatan Cimanggung masih bernama Kecamatan Cimanggung sampai sekarang. Jatinangor adalah satu wilayah di dalam Desa Cikeuruh. Wilayahnya kecil. Atapnya bisa dihitung. Yang ada hanya kantor polsek dan rumah-rumah di sekitarnya. Dahulu, kantor kapolsek ada di dalam, tidak seperti sekarang yang ada di pinggir jalan.

Perbatasan paling timur dari Jatinangor adalah Desa Cisempur, sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Tanjung Sari, sebelah barat adalah Desa Cipacing, sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Rancaekek.

b. Hal yang terlupakan di Jatinangor

Kebun Teh Milik Tuan Baron van Baud

Nama Jatinangor terkenal sejak dulu, karena digunakan sebagai nama kebun teh dan karet milik Baron van Baud, ia adalah seorang berkebangsaan Belanda. Sekarang yang tersisa hanya lah reruntuhan kejayaan perkebunan teh milik Baron Van Baud. Setelah kebun tehnya rusak, yang ada hanyalah pohon karet, yang berdiri sepanjang jalan dari Cikuda sampai dengan Cibeusi, lalu menyambung sampai ke kaki gunung Manglayang. Saat ini jalan yang digunakan menuju perkebunan teh telah menjadi kantor Polsek Jatinangor. Jalan tersebut luas, namun tidak diaspal hanya dilapisi batu sebesar kepalan tangan.

Kurang lebih tiga ratus meter ke dalam, kita dapat menemukan bangunan-bangunan seperti gudang, pabrik, SD Jatinangor, menara Sirine, rumah bekas Baron Van Baud, masjid, lapangan bola dan makam Baron Van Baud di sebelah Barat (sekarang dijadikan Universitas Winayamukti).

”Makam itu dibuat dari marmer yang diatasnya ada nama, tanggal lahir dan tanggal meninggalnya tuan Baron, tapi akhirnya banyak bagian makam yang dicuri sama penduduk yang ngoleksi barang antik”

Sepeninggalnya tuan Baron perkebunan tersebut sudah tidak terlalu diurus, menara Sirine dan tempat tinggal tuan Baron juga menjadi hancur, tangganya sudah tidak bisa dinaiki karena sudah runtuh akibat lapuk. Bangunan pabrik karet juga mengalami hal yang serupa. Keadaannya sudah sangat menghawatirkan. Temboknya banyak yang telah mengelupas, atap sengnya mencuat dan jatuh karena tiangnya banyak yang lapuk. Kacanya banyak yang sudah pecah pun tidak diganti.

Di bagian kebun, banyak rumput liar yang sudah memenuhi tempat itu. Bahkan, saat ini pohon karetnya juga sudah tidak difungsikan dan disadap lagi. Semuanya memberi gambaran bahwa ondememing (perkebunan teh dibawah kekuasaan Belanda) telah sampai pada ajalnya. Dua tahun sejak itu, perkebunan itu ditutup dan hanya meninggalkan kenangan bagi orang-orang yang tahu bahwa disana pernah ada sebuah perkebunan luas milik tuan Baron van Baud.

Sejarah Kereta Api

Selain kebun teh milik tuan Baron, Jatinangor juga terkenal karena keberadaan kereta api. Trayeknya yaitu Rancaekek-Jatinangor-Tanjung Sari. Di Jatinangor stasiunnya terletak di tempat yang sekarang menjadi Dinas Pendidikan, seberang warung Kalde, sayangnya, kenangan yang masih ada hingga saat ini hanya tangganya saja.

Menurut buku Wajah Bandoeng Tempo Dulu, jalur KA tersebut diresmikan pada 23 Februari 1918, dan diurus oleh SS (Staats Spoorwegar) perusahaan kereta api zaman Belanda. Rutenya yaitu stasiun Rancaekek, memotong jalan mobil di Cipacing, masuk Cipacing, lalu masuk ke jalan mobil dekat kampung Caringin, Cikuda, Jembatan Caringin, Cileles, dan Tanjung Sari. Sayangnya rutenya ini tidak melewati Sumedang, awalnya emmang pernah direncanakan, tetapi permasalahan ada di kawasan Cadas Pangeran. Jurang dan cadasnya terlalu curam sehingga tidak cocok untuk dijadikan jalan rel kereta api.

Dari Rancaekek tidak terus ke Bandung, kalau mau langsung ke Bandung harus ganti kereta. Bekas rel kereta disebutnya tanah SS. Sekarang sudah tidak terlihat bekas-bekas adanya rel kereta api, karena lahan tersebut sudah dijadikan kebun atau malah sudah dijadikan bangunan,

”Kalau di Tanjung Sari ada desa yang namanya Desa SS, asal muasalnya ya dari sana juga. Tempatnya dekat dengan alun-alun. Halte Tanjung Sari adanya di sebelah Utara Jembatan. Jembatan itu juga dilewati oleh rel,” tambah Surpiatna.

Menurut Bah Idik, seorang teman lama Surpiatna, pemberhentian kereta api itu berada di Tanjung Sari. Jam pertama adalah jam lima subuh, jalannya dari Tanjung Sari tiba di Jatinangor jam lima seperempat, sampai ke Rancaekek setengah enam kurang. Jalan keduanya jam enam, jalan dari Rancaekek, sampai di Jatinangor jam enam lewat sedikit. Sampai ke Tanjung Sari jam setengah tujuh. Jam ketiganya jam tujuh dari Tanjung Sari, dan begitulah bolak-balik. Tengah hari baru istirahat. Setelah itu jam lima sore dari rancaekek ke Tanjung Sari. Jalur kereta api ini, sangat besar bantuannya bagi pemerintah dan masyarakat, baik yang mau pergi ataupun bagi yang mau usaha.

Dulu tidak ada penumpang yang tidak kebagian duduk, karcis yang dijual selalu karcis duduk. Yang ketahuan tidak membeli karcis dihukum tanpa ampun. Hal tersebut bertentangan dengan kenyataan saat ini, atap kereta api justru penuh dengan penumpang. Rel kereta api ini dihancurkannya pada zaman Jepang dan oleh Jepang. Relnya diangkat dan diambil besinya.

”Dikirim ke tokyo” tambah Bah Idik.

Rapat Bahruteng yang Selalu Dinanti

Segala bentuk kegiatan warga desa akan dilaporkan ke pihak desa. Apabila ada masyarakat yang terlibat konflik maka warga desa turut serta menyelesaikannya. Yang mengadakan pesta baik yang diundang maupun tidak, pasti pemberitahuannya akan diberitahu dari desa.

Motong domba atau sapi harus lapor dulu ke desa. Bagi warga yang rumahnya sudah rusak sekali, biasanya dibantu oleh desa untuk dibenarkan kembali. Kerja bakti, ronda malam, perkumpulan apapun pasti selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitar. Jarang ada yang tidak datang kecuali memang ada urusan yang sangat penting sehingga benar-benar tidak bisa datang atau ikutan. Sekalipun ada halangan mereka biasanya meminta izin dahulu dan menyebutkan alasanya kenapa mereka tidak bisa ikutan atau datang.

Apabila ada pengumuman atau perintah dari pemerintah, cukup diberitahukan melalui ketua RT (Rukun Tetangga), kemudian ketua RT memberitahukannya dari mulut-ke-mulut pada hari yang sama. Kalau ada yang terlewat biasanya mereka malah menggerutu

”Kenapa saya ga diberitahu,” tambah Surpiatna mencoba menirukan gaya bicara warga tersebut.

Kalau ada kegiatan kerja bakti, misalnya membersihkan selokan atau jalan desa, dengan sendirinya warga membawa cangkul untuk membantu membersihan jalan. Bila laki-lakinya sedang ada halangan, para wanita juga sibuk membantu dengan membawa alat pel dan sapu lidi.

Kalau ada ”Rapat Bahruteng” (Rapat Anggaran Belanja Desa), kantor desa akan selalu penuh oleh warga, baik pria ataupun wanita. Biasanya dalam rapat tersebut apabila disahkan tutupnya ”Rapat Bahruteng” tahun berapa dan kapan ”Rapat Bahruteng” akan dijalankan kembali, tanda sahnya adalah teriakan serempak dari para warga yang berteriak. ”sah!” sebanyak tiga kali.

Dalam teriakan serempak yang ketiga, Pa Kuwu, sebutan bagi sebagai pemimpin rapat, akan mengetok palunya sebanyak tiga kali yang menandakan sah. Camat ataupun utusannya juga sering turut hadir, walaupun hanya menonton. Kadang kala mereka memberi saran dan menjelaskan bantuan-bantuan yang bisa diberikan dari pihak atas. Di dalam pemerintahan Pa kuwu warga memang terbiasa bebas memberikan pendapatnya, oleh karena itu sampai sekarang mantan-mantan kuwu masih sangat dihormati oleh warga asli di sana.

Mata pencaharian penduduk di Jatinangor zaman dulu rata-rata adalah petani palawija (terung, toge, dan lain-lain), buruh tani, buruh perkebunan teh, ada juga yang jadi juragan tanah.

Menurut Surpiatna, tokoh yang termasuk disegani di Jatinangor adalah Cecep Hamdani, dia adalah mantan kepala Desa Sayang. Selain itu terdapat ajengan-ajegan pesantren, Ios Nang, dia adalah mantan Wedana, sebuah jabatan yang berada di bawah Camat.

Dahulu masyarakat sama sekali tidak mau menggunakan alas kaki, meskipun pemerintah telah memberikan sendal, pulang dari bertani sendal itu malah dibawa dan bukan di pakai. Masalah pernikahan pun biasanya anak-anak usia dibawah umur yang sudah lulus sekolah langsung dinikahkan oleh orang tuanya.

Sayangnya, kondisi saat ini sudah sangat berbeda dengan yang dulu. Misalnya saja apabila kepala desa mau mengadakan rapat dan sudah menyebarkan undangan ke beberapa tempat, hanya beberapa orang saja yang datang.

”Padahal waktu itu kepala desa sudah menyiapkan uang hadir, tetap saja tidak ada yang datang” tutur pendiri Sanggar Motekar ini.

c. Transportasi

Jalan yang besar yang ada adalah jalan dari Bandung ke Garut dan Jalan Bandung ke Sumedang. Kalau jalan yang di desa biasanya masih berupa tanah. Mobil umumnya adalah mobil antar propinsi, bus antar kabupaten, bus sub urban. Mobil Kol masih jarang ada. Kalau jalan yang dekat misalnya Cicalengka-Bandung, atau Tanjung Sari-Bandung, ada lagi kendaraanya, yaitu mobil seperti yang ada di film ”Si Doel Anak Sekolahan”.

Jalan desa sangat jarang dimasuki oleh mobil. Kadang ada truk, tapi itu juga sangat jarang lewatnya. Kalau kendaraan yang masuk ke desa adalah becak, kereta kuda, dan sepeda. Kalau lagi jarang kendaraan, pulang dari pasar biasanya naik becak atau kereta sampai becak atau kereta itu penuh. Kadangkala orangnya sampa tidak kelihatan, tertutup oleh belanjaannya.

Sepeda pada saat itu digunakan oleh masyarakat sekitar untuk pergi kerja, membawa hasil dari pertanian, dan ngangkut jerami atau rumput. Yang dagang dan belanja juga ada yang menggunakan sepeda. Kadangkala boncengan sepedanya memang dibuat untuk menaruh barang belanjaan. Cat sepedanya biasanya berwarna hitam, kadang-kadang ada juga yang berwarna hijau gelap. Sepedanya mirip dengan sepeda yang ada di Jawa.

Saat itu belum ada ojek. Jangankan motor untuk dijadikan ojek, karena yang punya motor saja hanya beberapa orang saja. Bukan karena tidak mampu, namun orang umumnya tidak pernah beli barang yang menurut mereka belum berguna, apalagi jika barang tersebut mahal. Kadang-kadang juga ada truk yang lewat membawa bambu dari Rancakalong ke Majalaya atau Bandung. Bambu tersebut ditaruh di atas sampai kadang ujungnya hampir menyentuh tanah.

Di zaman kompeni dulu, pada pagi hari biasanya ada membawa bambunya didorong dengan menggunakan gerobak yang didorong dan ditarik oleh dua orang, bisa muatnya tergantung pada jenis bambunya. Kalau bambunya janis bambu tali yang ukurannya kecil miasanya bisa dibawa menggunakan gerobak sekitar empat puluh ikat. Kalau bambu surat hanya bisa dua puluh, itu juga ga diikat.

Zaman dulu bambu tali masih bisa dibeli satu-satu tidak perlu dibeli satu ikat. Demi keselamatan agar tidak ditabrak pada bagian belakangnya biasa dikasih obor sebagai tanda. Mereka biasanya lewat jam tiga pagi.

Sangat jauh berbeda dengan keadaan sekarang yang sudah ada banyak angkutan di Jatinangor, baik yang dari Jatinangor-Sumedang, Jatinangor-Bandung, dan masih ada lagi bus DAMRI yang sering lewat, ada yang sering mangkal di jalan Sayang, yang sekarang sering disebut dengan pangkalan DAMRI,yang berdekatan dengan Jatos.

d. Pendidikan

Dulu, belum ada yang namanya SLA, SMP negeri juga ada hanya ada satu. Karena adanya di kampung Cirangkong, disebutnya juga SMP Cirangkong. Letaknya diapit oleh kebun karet. Lalu setelah STPDN datang sekolah itu dipindahkan ke kampung Cisaladah, dekat dengan Cikuda, dan masih ada sampai sekarang.

SMP Swasta ada dua, yang satu SMPI (SMP Islam), sekarang disebut dengan MTs (Madrasah Tsanawiyah), yang letaknya sebelah Timur sedikit, agak masuk sedikit tidak terlihat dari jalan. Yang satu lagi SMP Muhammadiyah di Citanggulun, Desa Cisempur, sayangnya tidak lama sekitar tahun 80-an ditutup karena kurang muridnya.

Beberapa tahun kemudian berdirilah SMP PGRI, karena dibangunnya oleh warga, maka biasanya mereka sering pindah-pindah. Misalnya ia pernah berada di SD Sayang terus pindah ke SMP negeri di Cirangkong. Ketika SMP negeri diambil alih oleh pihak STPDN SMP PGRI juga ikut pindah ke Cikuda, ke bangunan yang sekarang, berdampingan dengan SMP negeri, hingga sekarang.

Di Jatinangor terdapat sepuluh SD yaitu, yaitu SD Cileles, SD Cekeruh I, SD Cikeruh II, SD Jatinangor, SD Sayang, SD Cipacing I, SD Cipacing II, SD SD Jatiroke I, SD Jatiroke II, dan SD Cisempur. Kalau di Kecamatan Cimanggung, sekarang ada SD Sindulang, SD Parakanmuncang II, SD Cimanggung, SD Bunter I, SD Bunter II, SD Bunter III, dan SD Sawahdadap.

Bangunan asli SD yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda hanya ada dua kelas, sedangkan yang lainnya baru setelah merdeka, dibangun oleh masyarakat secara bersama-sama. SD Inpres dibuat oleh pemerintah pusat mulai tahun 1973, bersamaan dengan masuknya guru-guru pengajar, oleh karena itu guru-guru sering disebut sebagai guru inpres.

Setelah dibangunnya SD Inpres, masyarakat jadi merasa nyaman, karena masyarakat tidak perlu memikirkan bagaimana membangun sekolah lagi. Dulu pada tahun 1974 anak-anak sekolah rata-rata belum menggunakan seragam, barulah sekitar tahun 1980-an pemerintah mulai memberikan seragam beserta sepatu. Wana seragamnya yaitu putih dan biru dongker.

Setelah munculnya banyak perguruan tinggi, yang banyak belajar disana rata-rata adalah para pendatang, karena pada saat itu minat masyarakat asli terhadap kegiatan belajar mengajar masih rendah, sehingga jarang ada anak daerah asli yang kuliah. ”Di SD tempat saya mengajar saja, pada saat itu sekitar tahun 1970-an, masih banyak yang baru kelas tiga sudah keluar,” kenang Surpiatna.

Hal itu terjadi dari kelas 1-6 SD, kemudian dari kelas 6 hingga SMP , angka kelulusannya bisa dihitung dengan jari. ”Dengan adanya gambaran seperti itu, bagaimana mungkin orang mau agar anaknya melanjutkan sekolah ke perguruan negeri?” ujar Surpiatna. alasan mereka umumnya tidak mau sekolah adalah terletak pada faktor ekonomi, dan pada tidak adanya minat baca para siswa.

Surpiatna mengatakan ”dulu alam masih mau menyediakan segala-galanya, sehingga mereka tidak terlalu mementingkan mengenai pendidikan”.

Dian adalah salah satu murid Surpiatna yang berhasil melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang kuliah, ia bisa masuk ke IPDN, pada saat itu masih bernama AKOP. Selain itu Dudi Supardi, salah satu warga asli Jatinangor yang juga berhasil melanjutkan pendidikannya sampai dengan bangku kuliah, namun ia tidak melanjutkan pendidikannya di Jatinangor tetapi justru ia kuliah di luar Jatinangor. Saat ini Dudi menjabat sebagai pejabat di DPRD Sumedang.

e. Kisah Pasar

Dulu terdapat pasar yang bernama Pasar Warungkalde. Warungkalde muncul pada saat masih ada Belanda di Indonesia. Menurur Bah Idik (Cipumanik, Januari 2005) letak Pasar Warungkalde ada di sebelah timur bunderan. Kalau sekarang, pasar tersebut dijadikan gedung bale desa Cikeruh. Bukanya seminggu sekali, makanya sering disebut dengan pasar Ahad. Pasar ini didirikan lebih dulu dibandingkan dengan berdirinya stasiun kreta api, kira-kira sekitar abad ke 20-an.

Luas pasar tersebut kira-kira seratus bata. Pasar ini dibentengi oleh kawat cucuk, tiangnya oleh besi jurutilu. Pasar ini tidak dibatasi dengan pagar yang tetap karena memang tidak dibuat sebagai pasar yang tetap. Biasanya bila sudah selesai pedagang yang belum habis jualannya, dagangannya juga dibawa pulang, kecuali bangku dan meja yang memang sengaja ditaruh disana. Kira-kira ada 6 buah kios yang ada disana, namun kios di pasar tersebut tidak diberi dinding, namun tetap memiliki genteng.

Pasar ini biasanya ramai pada pukul tujuh hingga pukul sepuluh. Kalau ada pembeli yang kepagian, pedagang tetap melayani sambil merapikan dagangannya. Jika adni sambil membereskan dagangan untuk dibawa pulang. Setelah tengah hari pasar tersebut kembali sepi, yang ada hanya beberapa orang petugas yang sibuk membersihkan pasar bekas dagangan. Meskipun pasar ini hanya ada seminggu sekali, namun dalam berdagang penempatan pedagang yang satu dengan yang lainnya sangat beraturat. Misalnya yang berdagang beras disatukan dengan pedagang beras lainnya, pedagang daging disatukan dengan pedagang daging lainnya, dan seterusnya.

Ada lagi pasar di dalam Jatinangor yaitu pasar untuk kebun teh, tidak terlalu jauh dari pasar mingguan yaitu ke ke arah Barat kira-kira seratus meter. Kiosnya ada dua berjajar, bukannya setiap bulan dua kali, yaitu tanggal satu dan tanggal lima belas yaitu pada saat gajian. Pasar ini mulai dibuka setiap tengah hari, kira-kira jam satu-an. Tutupnya berdekatan dengan saat Magrib. Walaupun pasar ini tidak termasuk ke dalam pasar umum, namun pasar ini tidak kalah dengan pasar mingguan, malah mungkin lebih ramai bila dibandingkan dengan pasar mingguan tersebut.

Pembeli yang biasanya membeli disini juga umumnya sangat royal, saking royalnya pernah ada yang mengatakan pembeli disini bagaikan sedang memecahkan celengannya dipasar tersebut. Selain dua pasar itu ada lagi pasar yang dekat dengan Jatinangor yaitu pasar Dangdeur di Rancaekek, bukanya setiap Senin dan Rabu. Pasar Cileunyi bukannya bulan Kamis dan Sabtu. Pasar Tanjung Sari, bukanya setiap Selasa dan Jumat. Ada lagi pasar khusus yang menjual tembakau dan pasar Domba. Tempatnya memang agak memisah namun tidak terlalu jauh dengan Jatinangor.

f. Perubahan Jatinangor

Menurut Surpiatna lagi, setelah penduduk Jatinangor bertambah banyak, pabrik di Jatinangor sudah ada satu atau dua pabrik. Lalu akhirnya muncul banyak permasalahan sehingga pada akhirnya dibagi menjadi dua.

”Ketika saya datang, penduduk di Cikeruh sudah lumayan banyak” ujarnya.

Pabrik yang pertama kali muncul adalah parik tekstil, antara lain yang sudah terhitung lama yaitu Five Star, Kewalraf, kalau Kahatek masih terhitung baru namun ia masih terhitung sebagai pabrik yang paling besar yang terletak di desa Cintamulya. Lalu pabrik Vonex (pabrik jaring) yang terletak di Kecamatan Cimanggung.

”Bila dihitung jumlah pabrik, sebenarnya lebih banyak yang berada di Cimanggung dibandigkan yang ada di Jatinangor” jelasnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, dan mulai berdirinya banyak pabrik dan kampus, masyarakat mulai mencari penghasilan lain. Ada yang mulai bekerja di pabrik-pabrik tersebut, ada juga yang mulai membuka biro jasa, ada yang menjadi kuli bangunan, supir, dan sebagainya.

Data yang diperoleh dari Badan Pembangunan dan Pengawasan Daerah (Bappeda) Sumedang, di bagian selatan terdapat beberapa industri seperti PT. Polifin, PT. Wiska, Yogi Saputra, Insan Sandang, Kahatek, Supratek, dan Banon dengan jumlah pekerja lebih dari 50.000 orang.

Sebelum adanya kampus dan pabrik, pihak pabrik dan kampus juga memita izin terlebih dahulu kepada masyarakat. Biasanya mereka memita izin melalui pemerintah desa. Menurut Surpiatna, pekerja yang banyak bekerja di pabrik justru kebanyakan adalah wanita dibandingkan pria.

Menurut Dudi Supardi, ketua Forum Jatinangor (Forjat), pabrik muncul terlebih dahulu dibandingkan dengan perguruan tinggi. Pabrik adalah imbas dari Bandung, bahkan ada kebijakan baru yang mengatakan bahwa untuk pabrik, pemerintah akan memberikan lokasi yang baru yang akan terdapat di daerah di Ujung Jaya. ”Namun itu masih baru dibicarakan” ujarnya lagi. Menurutnya lagi kemungkinan bahkan akan dibuat lapangan udara. Hal ini dikarenakan pabrik tersebut sudah tidak mungkin dikembangkan kembali. Izin untuk mendirikan investasi biasanya berdasarkan keputusan dari provinsi.

Minggu, 15 Maret 2009

PEMBANGUNAN BUMDES

PADA TAHUN ANGGARAN 2008 INI DESA CIKERUH MENGANGGARKAN PEMBANGUNAN BUMDES SEJUMLAH Rp.14,5 juta
DENGAN LOKASI DI TANAH DESA YANG BERADA DI PERTIGAAN JATINANGOR
TEMPAT INI SANGAT STRATEGIS
SEMOGA SAJA MENJADIKAN DESA CIKERUH LEBIH MAKMUR

PEMBANGUNAN BUMDES

PADA TAHUN ANGGARAN 2008 INI DESA CIKERUH MENGANGGARKAN PEMBANGUNAN BUMDES SEJUMLAH Rp.14,5 juta
DENGAN LOKASI DI TANAH DESA YANG BERADA DI PERTIGAAN JATINANGOR
TEMPAT INI SANGAT STRATEGIS
SEMOGA SAJA MENJADIKAN DESA CIKERUH LEBIH MAKMUR

Sabtu, 14 Maret 2009

PEMBANGUNAN BUMDES

PADA TAHUN ANGGARAN 2008 INI DESA CIKERUH MENGANGGARKAN PEMBANGUNAN BUMDES SEJUMLAH Rp.14,5 juta
DENGAN LOKASI DI TANAH DESA YANG BERADA DI PERTIGAAN JATINANGOR
TEMPAT INI SANGAT STRATEGIS
SEMOGA SAJA MENJADIKAN DESA CIKERUH LEBIH MAKMUR

Kamis, 12 Februari 2009

Kamis, 29 Januari 2009